30 Hari Menulis Surat Cinta, Pos Cinta

#PosCintaTribu7e ~ Kepada Kebahagiaan

Selamat siang, Kebahagiaan!

Terima kasih telah menetap di hati orang-orang yang bisa mensyukuri keadaan. Apa pun itu. Termasuk berdiam di binar hatiku. Sebagai pengganti keajaiban yang singgah lebih dulu. Menetaplah selamanya di hatiku sebab aku mencintaimu. Peluk aku selalu karena begitu bisa menenangkan kesedihanku.

Kebahagiaan…

Mari berbincang sejenak denganku. Ada banyak hal yang ingin kusampaikan padamu. Tentangmu yang ingin kukirimkan diam-diam lewat doa untuk seseorang di surga-Nya. Seseorang yang sangat berharga di masa hidupnya. Seorang pria yang kukenali di dunia maya. Seorang lelaki tangguh yang secara tak langsung pernah mengantarkanmu padaku di suatu waktu. Ketika aku sedang berusaha memastikan tentang apa sebenarnya yang kusuka. 

Kau tahu, Kebahagiaan?

Berkat pria rendah hati itu aku akhirnya menyadari, bahwa menulis adalah bagian dari diriku. Terbukti selama sebulan aku bisa merayakan kebahagiaan cinta lewat tulisan. 

Aku mengenali pria baik budi itu sebagai Om Em. Meskipun tak mengenal secara langsung, lewat dunia maya aku tahu sedikit perjalanan hidupnya. Tentang cobaan hidup yang ditanggungnya, tentang kecemasan yang menghinggapinya, tentang ketakutan yang dimilikinya, tentang ketabahan dalam hatinya, perihal keikhlasan, dan keajaiban dalam hidupnya. Segala rasa yang dia hadapi sepenuh cinta hingga sisa akhir hidupnya.

Kebahagiaan…

Telah banyak rasa dia hadapi sepenuh cinta semasa hidupnya. Kali ini, aku meminta tolong padamu untuk menemaninya di surga-Nya. Maukah kau memenuhi permintaanku kali ini? Jika, iya, hangatkan selalu arwahnya dengan selimut doa yang kukirimkan sepenuh cinta. Hari ini, hingga selamanya. Jangan lupa sampaikan salam rindu dari hatiku dan hati-hati lain yang tak pernah lelah mendoakannya dengan menyertakanmu.

Kebahagiaan…

Aku mencintaimu, sebab itu kukirimkan kau lewat doa-doa untuk segala kebaikan Om Em di sisi-Nya.

***

30 Hari Menulis Surat Cinta, Pos Cinta

#PosCintaTribu7e ~ Kepada Keajaiban

Selamat pagi, Keajaiban!

Mendekatlah pada pagiku yang penuh harapan. Hanya jika kau tak merasa keberatan. Sekali lagi, mendekatlah. Tenang saja. Telah kumintakan izin dalam doa-doa. Jangan ragu untuk mendekatiku.

Asal kau tahu, selama seminggu ini aku menyimpan asa sebuah sua. Denganmu yang seakan menjauh. Sedikit demi sedikit. Padahal sejatinya, tak tahukah kau kalau selama ini aku senantiasa menyebut namamu dalam doa-doa panjangku?

Kau pasti mendengarnya. Akuyakin itu. Hanya saja mungkin kau masih menunggu waktu yang tepat untuk menemuiku. Tenang. Aku paham tentang itu. Hadirmu tak bisa kupaksakan. Pun keberadaanmu takkan pernah mampu kutetapkan. Aku hanya bisa memanjatkan puja dan puji agar kau menjadi ketetapan-Nya, bagiku.

Keajaiban…

Jika kau memang sebenar-benarnya ketetapan terbaik-Nya bagiku, aku yakin kau takkan mengelabuiku. Sebab telah kubentangkan doa seluas asa, agar lapang jalan bagimu menujuku. Kau bisa menujuku kapan saja. Bisa saja hari ini. Atau esok hari. Bahkan tak mengapa jika kau hadir dua minggu setelah hari ini. Kapan saja. Aku yakin hadirmu bukanlah keinginanku, tetapi keinginan terbaik-Nya.

Keajaiban…

Sungguh aku mencintaimu. Bahkan tanpa aku perlu memberitahukan padamu. Sejauh ini keikhlasan juga telah membuka jalannya bagimu. Ketabahan tak kurang menunjukkan jalan bagimu. 

Kemarilah, Keajaiban!

Aku menunggumu. Dengan cinta yang takkan pernah lekang oleh cobaan, kecemasan, dan ketakutan-ketakutanmu. Jadilah kau alasan bagi segala kebahagiaanku. Aku percaya kau akan mau. 

Lihatlah, Keajaiban!

Telah kurentangkan tangan untuk memelukmu. Datanglah untukku. Setelah itu, kau bebas menentukan pilihanmu. Akan tetap tinggal atau sesaat menghilang lalu kembali di saat yang tepat dan terbaik.

Satu yang pasti, menujuku atau tidak, aku mencintaimu dan aku percaya kau senantiasa ada di diriku. Melekat menjadi satu dengan desah napas dan detak jantungku yang setiap detiknya berisi doa dan harapan tentang hadirmu.

Keajaiban…

Aku mencintaimu. Sebab aku tahu hadirmu mengajarkan bahwa semua yang ada di dunia adalah atas kehendak-Nya. Termasuk hadirmu melengkapi hidupku

***

30 Hari Menulis Surat Cinta, Pos Cinta

#PosCintaTribu7e ~ Kepada Ketakutan

Selamat pagi, Ketakutan!

Kenapa sepagi ini kau mengetuk-ngetik pintu hatiku? Rindukah kau padaku? Jika bukan tersebab rindu, lalu untuk apa kau menghampiriku? Karena memang saat ini kau sesang ditugaskan untuk itu? 

Ketakutan…

Tolong jawab aku!

“Aku hanya ingin menguji keberanianmu,” katamu.

Mendengar jawabanmu, aku hanya bisa terdiam. Namun dalam hati yang belum kubukakan pintunya untukmu, aku masih bertanya-tanya.

Keberanian untuk apa?

Celaka. Ternyata kau bisa mendengarnya. Aku tahu itu saat kau terbahak setelahnya.

“Kau kira kau punya keberanian?” Tanyamu sambil kembali berusaha membuka pintu hatiku.

Dalam hati aku hanya tertunduk. Malu. Aku lupa bahwa selama ini telah mengakrabimu. Aku juga tak ingat selama ini telah berkarib denganmu. Dan, kau pun begitu dekat denganku. Kau seringkali menjelmakan diri sebagai senyata-nyatanya kehilangan. 

Tolong, Ketakutan. Untuk kali ini aku mohon jangan lagi mengabarkan tentang kehilangan. Aku telah belajar dari Keikhlasan. Tentang menerima dan perihal melepas. Aku pun sudah tak peduli lagi dengan itu semua. Sebab aku telah bisa menerima keduanya dengan tangan terbuka. Sebab aku memiliki syukur yang tersimpan di dada. Hanya jika sewaktu-waktu aku menerima atau melepas. Sekarang bukan lagi waktumu untuk bermain-main dengan hatiku. Aku punya keberanian melawanmu. Meskipun aku tahu, kau begitu mencintaiku. Aku tak peduli, Ketakutan. Sebesar apa pun kau mencintaiku, sekarang bukan waktumu untuk tetap menggenggam hatiku. Sekarang pun bukan saatnya bagimu untuk mempermainkan rasa hatiku. 

Ketakutan…

Jika memang kau mencintaiku, tolong biarkan keberanian menghadapi yang akan terjadi lebih dulu tumbuh di hatiku. Dengan begitu, aku akan bisa lebih mengenalimu. Dan, kau tetap bisa menemuiku suatu waktu. Namun jangan kali ini. Kali ini aku bersungguh-sungguh untuk menyingkirkanmu. Jika kau menolak sekalipun, aku akan tetap mengusirmu. Ingat itu!

Ketakutan…

Jika boleh aku bertanya, apa yang membuatmu jatuh cinta padaku? Apakah karena kerapuhan hatiku? Ataukah tersebab jauhnya aku dari pemilikmu? Kalau memang tentang itu, kau salah. Hatiku kali ini memang rapuh, tapi bukan berarti akan begitu saja padamu bersimpuh. 

Maaf. Kali ini aku tegaskan kalau aku tak mencintaimu seperti kau mencintaiku. Menjauhlah! Sebab mendekatiku hanya akan melahirkan kesia-siaan. 

Ketakutan…

Jika kau memahami keberanianku menuliskan deretan kata ini untukmu, kau pasti langsung berkemas dan pergi dengan bergegas. Namun bertahanlah jika kau ingin binasa dengan lekas.

Pilihan ada padamu. Mau tetap mencintaiku atau memilih mundur jauh dari hatiku.

Pilihlah salah satu. Jika sudah, kabari aku. Aku menunggumu dengan segenap keberanianku menghadapimu beserta segala rasa yang kaubawa. 

Terima kasih telah mengenalkanku pada keberanian menghadapi semua tantangan dalam kehidupan.

Aku mencintaimu, tetapi tidak setiap waktu.

***

30 Hari Menulis Surat Cinta, Pos Cinta

#PosCintaTribu7e ~ Kepada Keikhlasan

Selamat pagi, Keikhlasan!

Sedang apa kau pagi ini di hatiku? Tak perlu kaujawab. Aku tahu, kau pasti sedang sibuk meninabobokan kecemasan-kecemasan. Apakah dirimu cukup lelah melakukannya? Aku rasa tidak. Aku tahu kau lahir dari rahim hati yang kuat. Milikku. Aku yakin kau akan sanggup menenangkan saat sewaktu-waktu kecemasan terbangun dan mengusikku.

Mengusikku saat lebam pilu mendekatiku. Kau pasti tahu itu. Di dadaku yang rapuh, kadang kecemasan yang menjadi riuh. Bukan tanpa sebab. Terkadang ada penolakan atas apa yang kuterima. Aku rasa aku tak berlebihan berlaku seperti itu. Bagaimanapun juga, aku manusia biasa. Memiliki kecemasan. Pun ketakutan perihal sesuatu yang mungkin takkan menjadi milikku.

Milikku yang paling berharga. Setidaknya sampai saat ini. Maaf jika aku lebih memilih membiarkan kecemasan berkembang biak, daripada memilihmu yang jelas-jelas akan meningkatkan syukurku. Namun tenang saja, Keikhlasan. Ini hanya untuk sementara. Hanya sesaat setelah kau benar-benar bisa menjadi raja di hatiku. Saat itu kau bebas berkuasa dan menurunkan titah apa saja. Termasuk memusnahkan kecemasan.

Kecemasan pun perlahan akan menyingkir. Lalu kau dengan leluasa menguasai hati sekaligus membantuku membesarkan bibit-bibit harapan yang kauberikan. Sungguh, Keikhlasan. Aku telah jemu dengan kecemasan ini. Aku pun ingin lekas menggantinya dengan hadirmu. Karenanya, segeralah menidurkan kecemasan yang mengusikku. Saat ini juga. Lalu biar aku menjalani hari-hari bersamamu. Hari-hari panjang nan melelahkan perihal berita yang tak mengenakkan. Berita tentang apa saja yang sesuai kenyataan yang harus kujalani.

Kujalani sepenuh hati dengan kau sebagai teman sejati. Tolong jangan menjauh. Masih jauh bagiku untuk melempar sauh. Tetap bersamaku, agar aku senantiasa bisa mensyukuri setiap yang kuterima atau… kulepas.

Keikhlasan…

Terima kasih jika kau berkenan menjadi raja atas segala rasa.

Sungguh, Keikhlasan. Aku ingin mencintaimu lebih dalam lagi. Agar aku bisa menerima segala keinginan terbaik-Nya dengan suka rela.

***

30 Hari Menulis Surat Cinta, Pos Cinta

#PosCintaTribu7e ~ Kepada Kecemasan

Selamat pagi, Kecemasan!

Bagaimana kabar pagimu yang beranjak riuh ini? Sepertinya kau terlihat lelah. Kenapa? Sebab semalam kau enggan memejam lebih dulu daripada aku? Atau karena kau terlalu larut untuk pulang dari dadaku?

Ah!

Apa pun itu, aku berharap kau baik-baik saja dalam perjalanan pulang. Namun ingat kesepakatan kita saat aku bersujud di sepertiga malamku. Sesaat sebelum kau benar-benar menghilang.

“Jangan kembali lagi ke dadaku. Sebab ruangnya telah dipenuhi harapan-harapan baru. Kembalilah di suatu waktu, jika memang aku sudah tak mampu untuk sementara kemudian kembali berlalu. Jika tidak, aku akan menuntunmu keluar pintu lewat munajat sunyiku.”

Kau tak mengangguk. Pun menggelengkan kepala. Kau justru memilih diam-diam membuka pintu hatiku sendiri. Selepasnya, perlahan-lahan kau beranjak pergi. Dan, diam-diam aku mensyukuri. Untuk kesediaanmu memberiku ruang menepi. Dan kerelaanmu membagiku ruang menyepi.

Terima kasih, Kecemasan.

Aku mencintaimu. Sebab begitu aku bisa tahu, hatiku masih mengenali syukur atas segala pilu.

***

30 Hari Menulis Surat Cinta, Pos Cinta

#PosCintaTribu7e ~ Kepada Ketabahan

Selamat pagi, Ketabahan!

Jika berkenan, jangan jauh-jauh dari hati yang sedang belajar mengakrabi cobaan. Kau tahu bukan, saat ini cobaan sedang mengintipku dari seberang jalan. Menunggu sewaktu-waktu kau lengah dari tugas penjagaan. Atas hatiku yang menjadikanmu lekat dalam dekapan.

Dekapan ini kupelajari dari banyak kejadian sebelum-sebelumnya. Perkara kehilangan telah kutabahkan. Perihal luka pun sudah kulupakan. Semua berkatmu yang senantiasa menyapa di sepertiga malamku. Segala karenamu yang tak lelah menemani langkah kakiku.

Kakiku tak kenal lelah melangkah. Pun hati yang tak pernah patah. Kau masih juga setia menemani setiap desah napas.

Napas yang seringkali tersengal oleh luka-luka tak berkesudahan. Dan kau, selalu saja berhasil menyembuhkan. Berkat keinginan kuatku tetap memelukmu. Pun balasan pelukanmu dalam lirih bisikan, “Kamu kuat.”

Lalu kata itu benar-benar akan menjadi nyata. Sebab kauajarkan padaku tentang syukur pada-Nya. Atas sekecil apa pun coba yang kelak pada akhirnya akan melahirkan bahagia.

Bahagia saat aku dan kau menyatu. Seperti saat ini. Karenanya tetaplah di sini. Di hatiku yang selalu meninggikanmu. Dan di banyak hati lain yang senantiasa berusaha mempertahankanmu.

Ketabahan…

Terima kasih mau berkarib dengan langkahku. Pun keenggananmu menjauh dariku.

Aku mencintaimu. Sebab kau telah mengenalkanku cara menenangkan ronta cobaan dan memenangkan ujian kehidupan.

***

30 Hari Menulis Surat Cinta, Pos Cinta

#PosCintaTribu7e ~ Kepada Cobaan

Selamat pagi, Cobaan!

Aku melihatmu sepagi ini sudah mondar-mandir di hadapanku. Apa yang hendak kaukabarkan padaku? Kenapa kau terlihat ragu? Tak cukup tegakah kau mengabarkannya padaku? Atau kau tak cukup ksatria untuk meruntuhkan bahagiaku?

Aku mendengar sepagi ini kau riuh di telingaku. Kau tak lagi berbisik kini. Kau begitu lantang meneriakkan apa yang harus kausampaikan. Tenanglah. Aku sudah tahu kau begitu ingin menyapaku. Lalu diam-diam berharap akan mampu melemahkanku. Namun maaf. Kau salah kira tentangku.

Aku meraba dadaku sepagi ini. Detak masih ada di sana setiap detiknya. Masih mendegup asa dalam irama semestinya. Aku tahu kau telah mengisinya dengan ujian sementara. Tak mengapa, aku masih percaya pada Tuhan pemilik segala kekuatan. Selama aku percaya, keyakinan hadirmu perlahan akan binasa dengan sendirinya. Dengan begitu, akan tiba waktunya kau menjauh lalu menghilang. Entah sembunyi di mana. Atau mungkin menunggu waktu yang tepat untuk kembali mengunjungiku?

Aku merasa kunjunganmu takkan lama. Setidaknya sampai aku pertaruhkan kekuatanku untuk mengusirmu pergi. Ah! Aku takkan risau. Selalu ada munajat yang menguatkan. Senantiasa ada doa-doa panjang yang menenangkan. Pun kidung sepertiga malam yang menyenangkan. Sudahlah. Aku tahu kau takkan pernah nyaman dengan itu semua bukan?

Aku menyentuh setiap sisi diriku untuk memastikan kau mengemasi diri bersama kecemasanku. Kecemasan sesaat yang kauhidangkan dalam setiap makan siangku. Hidangan yang sempat membuatku terbatuk-batuk kecil. Sajian yang membuatku hampir saja mati tersedak. Beruntung aku masih punya pegangan.

Aku menggenggam erat pegangan yang kuraih. Kau pasti tahu apa itu. Benar. Keyakinan. Iya. Keyakinan kuat yang akan membuatmu perlahan sekarat. Lalu aku menjadi pemenang hingga episode kita tamat.

Cobaan…

Jika telah jemu, lekaslah mengemasi tugasmu. Sementara aku, biarkan aku menjadi lebih kuat karena telah mengenalmu.

Aku mencintaimu sebab kau salah satu alasan yang akan menguatkan hatiku.

***

30 Hari Menulis Surat Cinta, Pos Cinta

#30HariMenulisSuratCinta – Kepada Perempuan yang Melahirkan Kapan (7)

    
To: ziya.zafira@gmail.com

Cc: ziyan.zunayra@gmail.com

Bcc: 

From: ziyada.zulaikha@gmail.com

Subject: Umi

__________________________________________________

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Hai, Kak Za!

Gimana nih kabarnya? Gimana juga kabar Kak Zuumar? Ah! Aku yakin deh pasti sehat semua. Kok aku bisa tahu? Iya, dong. Kan baru kemarin kita telponan. Ehehe…

Kak Za…

Semalem Zi kirim email ke aku. Intinya sih tentang kita yang selama setahun ini. Dan… Kak Za tahu ndak kalau ternyata aku sama Zi itu satu pemikiran. Gila! Ndak nyangka aja adikku yang imut dan chubby itu ternyata udah dewasa sekarang. Sialan! Pemikirannya tentang Umi beneran, deh. Salut pokoknya sama si mancung satu itu mah. Kalau Kak Za baca emailnya, pasti akan menggelengkan kepala. Gimana ndak coba, Kak. Sebagai anak paling kecil dan dulunya manja, sekarang udah kayak Abi aja. Bijaksana dan bahasa tulis yang… Duh! Banget deh pokoknya. Aku bahkan hampir ndak ngenalinnya masak?! Serius, Kak. Zi yang sekarang beda! Beda banget sama zaman kapan tauk waktu dia SMA. Dulu mah dikit-dikit curhat terus mewek. Lha sekarang? Boro-boro curhat, justru dia jadi pendengar yang baik. Mungkin kerjaannya sebagai penulis kali, ya? Tapi apa hubungannya sama kedewasaan? Entahlah. Buktinya masih banyak to penulis-penulis dewasa yang justru kekanak-kanakan. Eits! Jangan remehkan kemampuan bacaku, lho, Kak. Kak Za tahu, dong! Di sela-sela kesibukanku merawat ibunya majikan, aku rajin baca, lho! Bisa jadi dalam setahun ini, banyakan buku yang kubaca timbang Kak Za. Ya iyalah. Kak Za kan sekarang beda. Ndak kayak dulu lagi waktu masih lajang. Hmm… Berarti kurang lebih sepuluh tahun lalu lah, ya. Ndak terasa, yes. Sepuluh tahun berlalu begitu saja. Dan setahun di dalamnya adalah saat-saat di mana kira sengaja melupakan Umi.

Kak Za…

Tentang melupakan Umi, jujur aku sama kayak Zi. Udah ndak sanggup lagi nerusin apa yang kita sepakati sebelumnya. Aku hanya memikirkan .umi, Kak. Usianya kian renta. Smentara kita justru masih juga tega untuk tidak kemvali mengingatnya. 

Ah, Kak!

Seandainya membaca hati semudah membaca tulisan ini, yakin kita akan bisa segera memutuskan yang terbaik untuk Umi. Sekarang tergantung Kak Za. Secara pribadi aku udah siap. Pun Zi yang kayaknya justru lebih siap dari kita. Kak Za gimana? Udah siap belum? Atau masih nunggu sebulan lagi kayak janji Kak Za? Ya… Kapan pun itu, aku sama Zi masih sabar nunggu, Kak. Demi ketenangan batin kita juga. Dan Umi tentunya. 

Kak Za…

Udahan dulu, ya. Aku mau siap-siap untuk mandiin ibunya majikan dulu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam sayang,
– Zu –

30 Hari Menulis Surat Cinta, Pos Cinta

#30HariMenulisSuratCinta – Kepada Perempuan yang Melahirkan Kapan (6)

  
From: ziyada.zulaikha@gmail.com

Cc/Bcc, To: ziyan.zunayra@gmail.com

Subject: Umi

__________________________________________________

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Zi…

Sori baru sempet bales email kamu. Kakak lagi hectic sama kerjaan, nih. Banyak banget yang harus diurus. Mana bulan depan majikan minta ditemenin ke Indonesia lagi. Beuh! Rempong banget deh pokoknya. Ah! Kamu pasti udah tahu, dong, gimana rempongnya orang kerja. Selain kamu sendiri udah kerja, Kakak sering banget cerita ke kamu by phone. Ya gitulah kerja ikut sama orang, Zi. Beda banget, dong, sama kamu. Tinggal ongkang-ongkang kaki sambil nulis eh dapet duit. Enak banget hidup kamu, ya, Zi. Kakak, dong, tiep hari ngurusin mayat hidup. Ups! Sori. Maksudnya, Kakak ngurusin manula. Duh! Rasanya ndak ada bedanya, deh. Serius.

Zi…

Hanya sama kamu Kakak ngeluh tentang kerjaan. Ndak mungkin Kakak mau curhat sama Umi tentang kerjaan. Bisa-bisa Umi nyuruh Kakak untuk balik ke Indonesia. Ish! Ogah banget Kakak. Bukan tanpa alasan, lho. Di sini, meskipun budayanya beda banget, tapi sekeliling ndak resek nanyain ini-itu. Terlebih tentang status pernikahan. Beuh! Pokoknya tenang banget rasanya. Tiap lebaran ndak pernah sibuk siepin jawaban atas pertanyaan, ‘Kapan kawin?’. Ya gimana mau nanya. Lha wong sama tetangga saja Kakak jarang banget berinteraksi. Ehehe…

Zi…

Sebenernya Kakak ndak ada maksud, sih, menghindar dari pertanyaan tetangga. Tapi… Gimana, ya? Rasa-rasanya di kampung kita, usia 33 tahun belum nikah itu kok, ya, kayak dosa besar banget gitu. Padahal kalau emang belum dipertemukan sama jodoh, emang Kakak harus nikah sama guling? Ndaklah. Kakak, sih, percaya semua ada waktunya. Toh semua udah ada yang ngatur sebaik-baiknya, kan? Ya meskipun bukan berarti kemarin-kemarin Kakak ndak berusaha lho, ya. Lha wong kemarin udah hampir nikah aja malah ditikung teman duluan. Sakit banget itu, Zi. Banget banget, deh, pokoknya. Kamu pasti udah tahu ceritanya, kan? 

Dua tahun yang lalu pas Kakak pulang ke Indonesia untuk menjawab pertanyaan ‘kapan kawin?’ dari Umi, eh… Ndak tahunya belum jodoh. Lha ya masak dipaksain. Gila aja maksa-maksain jodoh. Iya, kan? Ya udah timbang galau ndak jelas ditinggal kawin, Kakak balik lagi aja ke sini. Hitung-hitung menentramkan hati sambil ngumpulin modal untuk merealisasikan ide kita bertiga. Alhamdulillah, kayaknya sebentar lagi pas Kakak pulang ke Indonesia bareng majikan, bisa deh ide kita direalisasikan. Tergantung Kak Za aja sih sekarang.

Oya, Zi. Sori banget Kakak belum sempet ngabarin perihal Kak Za. Kemarin pas Kakak belpon Kak Za, dia bilang masih butuh tambahan waktu. Ya sekitar sebulananlah. Mudahan sih ndak kelamaan. Dan itu pas banget sih sebenernya sama kepulangan Kakak ke Indonesia. Kasihan Umi juga kalau kelamaan. Sendirian di rumah tanpa kabar dari ketiga puterinya pasti berat bagi Umi. Entar deh Kakak kabarin Umi. Sekalian minta Kak Za ngabarin Umi juga. 

Zi…

Ngomong-ngomong tentang Umi, kamu kangen sama Umi ndak, sih? Ya emang, sih, Umi cenderung cerewet dan sering nanya ‘Kapan? Kapan? Kapan?’, tapi ya gitu, deh. Tetep aja ngangenin. Sebenernya Kakak maksa diri juga untuk terus melanjutkan permainan ini. Tapi setelah baca email kamu, kok ya kasihan ya sama Umi. Entar deh aku coba omongin lagi sama Kak Za. Mudahan dia punya pikiran yang sama kayak kita.

Btw, Zi. Udahan dulu, ya. Kakak mau mandiin Nyonya Besar dulu. Bisa berabe kalau majikan tahu kalau Kakak ndak ngurus ibunya. Bisa gagal total rencana kita. Gimana-gimana, besok Kakak kabarin lagi.

Oya, sukses untuk novel barunya, ya. Ndak perlu Kakak kirim foto dan testimoni setelah Kakak selesai baca novel baru kamu, kan? Ehehe…

Udah, ah!

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam kangen

– Zu –

30 Hari Menulis Surat Cinta, Pos Cinta

#30HariMenulisSuratCinta – Kepada Perempuan yang Melahirkan Kapan (5)

  
From: ziyan.zunayra@gmail.com

To: ziyada.zulaikha@gmail.com

Subject: Umi

__________________________________________________

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Kak Zu…

Gimana kerjaanmu hari ini? Teriring doa semoga segala sesuatunya lancar dan enggak ada halangan yang berarti. 

Oya, hari ini Kak Zu lagi sibuk enggak? Ada hal penting yang ingin Zi sampein. Ini terkait Umi, Kak. Sejak beberapa hari yang lalu, Zi sama Umi selalu berbalas email. Banyak hal yang kami bahas. Bukan saja tentang kegiatan sehari-hari. Namun juga tentang hubungan kita bertiga. 

Maaf ya, Kak. Zi enggak pernah ngaku sama Umi kalau kita sering berhubungan. Zi hanya jawab kadang-kadang saja. Bukan tanpa alasan, Kak. Zi hanya ingin menjaga perasaan Umi. Zi enggak ingin Umi punya pemikiran yang enggak-enggak sama Zi. Masa’ sama kakak saja sering berbagi kabar, sedangkan sama Umi enggak. Zi enggak mau Umi tambah kepikiran dengan keadaan yang kita ciptakan ini, Kak.

Kak Zu…

Kalau enggak salah, ini adalah ide Kak Zu. Lalu kita bertiga pun sepakat bahwa ini adalah usaha kita bersama. Zi juga masih ingat sama yang Kak Zu bilang bahwa ini hanya untuk sementara. Bahkan Zi enggak pernah lupa sama yang Kak Zu pernah bilang, ‘Segala sesuatu kadang butuh jeda’. Zi paham tentang itu, Kak Zu. Tapi… Apa iya jeda harus memakan waktu terlalu lama. Zi khawatir jika jeda terlalu lama justru menimbulkan sebuah luka. 

Kak Zu…

Perihal luka, Zi udah mengakrabinya. Pun Umi. Zi yakin Umi udah lebih banyak mengenal luka dan menjadikannya karib dalam perjalanan hidupnya. Hanya saja, dari beberapa email terakhirnya, kayaknya Umi udah enggak sanggup memelihara luka itu sendiri. Dan… Zi mengkhawatirkan itu. Terlebih kondisi fisik Umi yang enggak muda lagi kayak dulu. Pasti saat ini Umi begitu membutuhkan kita bertiga.

Kak Zu…

Kakak enggak lupa udah berapa lama enggak berkomunikasi sama Umi, kan? Kurang lebih setahun, Kak. Setahun! Kak Zu pasti juga tahu dalam setahun pasti banyak sekali perubahan yang terjadi. Pada kita dan juga Umi. Apa Kak Zu enggak khawatir kita akan terlena dalam jeda? Zi enggak mau kayak gitu, Kak. Gimanapun juga, sekeras-kerasnya Umi, beliau yang mengenalkan kita pada dunia, Kak. Kak Zu enggak lupa, kan?

Kak Zu…

Zi hanya ingin menyampaikan salam Umi. Jika sempat, berkabarlah.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam sayang,
– Ziyan –